Minggu, 11 April 2010

Mengkaji kembali Ujian Nasional (UN)

Mengkaji kembali Ujian Nasional (UN)
Oleh : M. Agam Khalilullah

Ujian Nasional (UN) merupakan suatu kebijakan yang diresmikan oleh Pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan republik ini, tapi realitanya kita bisa melihat bahwa Ujian Nasional bukan merupakan suatu solusi dalam meningkatkan mutu pendidikan tapi sebaliknya dengan diberlakukannya ujian nasional akan dapat menimbulakan permasalahan yang baru, psikologis siswa mengalami berbagai tekanan. Yang mereka khawatirkan adalah takut akan ketidak lulusannya, seharusnya pemerintah mengkaji kembali mengenai kebijakan Ujian Nasional ini, karena banyak siswa yang mengalami depresi dalam menghadapi ujian nasional.

Apabila pemerintah terus melakukan tekanan terhadap siswa, menuntut agar setiap siswa menjadi manusia yang sempurna maka akan menimbulkan efek yang sangat signifikan, yaitu seperti:

1. Para siswa akan lebih fokus kepada nilai sehingga ilmu yang mereka peroleh tidak berarti, para siswa lebih fokus kepada bagaimana cara menjawab soal-soal ujianyang diberikan dengan waktu secepat mungkin dan benar. Setelah selesai mengikuti ujian maka ilmu yang seharusnyan dikuasai siswa terbaikan begitu saja;

2. Terjadinya peningkatan stres dikalangan siswa pada saat menjelang Ujian Nasional (UN), mereka selalu diselimuti oleh rasa takut tidak lulus dan rasa malu apabila harus mengulang setahun lagi karena tidak lulus Ujian Nasional yang mereka ikuti;

3. Terjadinya kecurangan, baik dilakukan oleh pihak sekolah maupun yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Biasanya para guru membantu siswanya dengan membuat contekan jawaban agar para murid-murid didikkannya dapat lulus seperti yang diharapkan, namun kecurangan yang dilakukan dari kalangan siswa itu sendiri adalah seperti menggunakan kunci jawaban, biasanya pada saat menjelang Ujian Nasional (UN) para siswa mencari kunci jawaban dari berbagai sumber dan bahkan mereka rela mengeluarkan sebagaian dari isi dompetnya untuk membeli kunci jawaban, padahal kunci jawaban tersebut belum tentu akurat sepenuhnya;

4. Para murid nekat mengakhiri hidupnya, seperti yang terjadi pada Endang Lestari, siswa kelas III SMP Negeri 1 Kerjo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, nekat mengakhiri hidup dengan cara gantung diri. Pihak keluarga menduga tindakan nekat itu dilakukan karena ia dinyatakan tidak lulus Ujian Nasional alias UN .

Nasib anak bangsa yang nyata-nyata menjadi menjadi korba, seperti ditegaskan oleh Majelis Hakim Pengadilan negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan citizen lawsuit dalam perkara Ujian Nasional 2006, tidak menyadarkan pemerintah. Dengan iming-iming meningkatkan sistem pendidikan Nasional yang mendorong pemenuhan dan perlindungan hak atas pendidikan, pemerintah justru mengerahkan segala daya dan upaya untuk meredam gejolak tersebut.

Seharusnya pemerintah mengkaji ulang dalam menyingkapi berbagai fenomena yang terjadi setelah diberlakukannya Ujian Nasional alias UN, menurut hemat saya, apabila pemerintah masih tetap mempertahankan kebijakan Ujian Nasional maka akan semakin bertambah korban-korban yang berjatuhan. Sebenarnya efek dari Ujian Nasional juga dapat memicu keranah kejahatan seksual seperti yang terjadi pada siswi SMA di Klaten ini termakan bujuk rayu seorang dukun.bukan kemudahan yang didapat, melainkan ia harus kehilangan kehormatannya.

seorang pengamat pendidikan, Dr. Anita Lie, mengatakan bahwa sangat prihatin sejak awal diberlakukannya sistem Ujian Nasional, bahkan banyak siswa yang bunuh diri karena stres akibat gagal lulus, dan kecemasan itu sebenarnya bukan hanya milik siswa semata tapi semua elemen, mulai dari orang tua sampai guru. Salah satu buktinya sejak diberlakukan Ujian Nasional ada beberapa guru yang mencuri, menjual atau mebocorkan soal ujian kemudian disebarkan ke siswanya dengan tujuan agar anak didiknya berhasil.

Bagi Anita, kelulusan seorang siswa tidak bisa hanya ditentukanoleh Ujian Nasionalselama beberapa hari itu saja. Sangatlah tidak fair, sebab pendidikan adalah sebuah proses, tidak bisa hanya ditentukan selama beberapa hari. Kalau tujuan Ujian Nasional untuk standarisasi, seharusnya tidak semua siswa diikutkan, tapi culup di-sampling saja.

Soal kelulusan seorang siswa itu jangan ditentukan oleh Ujian Nasional tapi serahkan saja kepada sekolah masing-masing. Sebab yang mengetahui bagaimana kualitas masing-masinganak adalah sekolah sendiri. Persoalan di atas masih soal psikis saja, belum lagi soal materi.

Karena, diadakannya UN tersebut memakan biaya yang tidak sedikit. Baik yang harus dikeluarakan pemerintah sendiri maupun masing-masing keluarga siswa. "Sekarang rata-rata supaya anaknya lolos UN, orangtua pasti berlomba-lomba sejak awal memasukkan anaknya ikut bimbingan belajar. Biaya seperti itu yang tidak pernah dipikir pemerintah .

Seharusnya pemerintah harus lebih fokus kepada:
1. Menyediakan guru yang berkualitas dan profesional, yang seluruh waktunya tercurahkan untuk menjadi pendidik;
2. Menyediakan fasilitas sekolah yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan penuh kegembiraan dengan fasilitas olahraga dan ruang bermain yang memadai dan ruang kerja guru;
3. Menyediakan media pembelajaran yang kaya, yang memungkinkan peserta didik dapat secara terus menerus belajar melalui membaca buku wajib, buku rujukan, buku pendamping dan buku bacaan lainnya, serta kelengkapan laboratorium dan perpustakaan yang memungkinkan peserta didik belajar sampai tingkatan menikmati belajar.

Ujian Nasional merupakan sesuatu hal yang menakutkan , sampai-sampai semua orang stres dibuatnya? Apakah setelah lulus Ujian Nasional berarti menjamin kehidupan mereka selanjutnya? pastinya tingkat kelulusan Ujian Nasional dengan nilai yang memuaskan belum tentu menjamin untuk kehidupan selanjutnya, realitanya saat ini tidak sedikit yang lulus sekolah yang menjadi pengangguran, padahal dulunya nilai mereka sangat memuaskan dan juga banyak juga ijazah-ijazah yang hanya tersimpan di lemari saja.

Berdasarkan laporan masyarakat di sejumlah daerah, ada guru yang dibebankan target untuk menaikkan persentase kelulusan hanya untuk menaikkan pamor sekolah. Di lain tempat, ketidakjujuran terjadi saat pelaksanaan UN dengan adanya penyebaran kunci jawaban melalui SMS (layanan pesan singkat) kepada peserta UN.

Saat ini pemerintah harus segera mengkaji kembali tentang pelaksanaan Ujian Nasional alias UN, demi terciptanya pendidikan yang berkualitas. Ujian Nasional merupakan bukan jalan untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia tetapi Ujian Nasional menimbulkan permasalahan baru bagi generasi penerus bangsa.

Penulis adalah Mahasiswa Universitas Malikussaleh Jurusan Ilmu Politik dan juga sebagai Ketua Divisi Pengkaderan Forum Komunikasi Mahasiswa Aceh.

Sabtu, 10 April 2010

Peundidikan Aceh Perle Tapeugeot Keu-lai

JAKARTA | acehson — Rektor IAIN Ar-Raniry Bandar Aceh Farid Wajdi geupeugah seunuson peundidikan Aceh manteong jioh tinggai di likot ngon daerah laen di Indonesia.

. “Peumeurintah Aceh perle peugot kelai susunan ilme peundidikan dan perle shit lateh guru guru mangat caroeng guna beugot jroh ilme-ilme ureung Aceh,” Geupegah le Ustad Farid bak peasan peundidikan nyang geupeugot le Murid dan ureueng muda Aceh (Imapa) di wisma LKBN Antara di Jakarta, Sabtu (10/4).

Oeh Leuh Geumpa, Hue lestrek Hana le Udep-Udep Mate

Oeh Leuh Geumpa, Hue lestrek Hana le Udep-Udep Mate

JAKARTA | Acehson — Leuh Geumpa di Sinabang Seumeulue nyang teuga jih 7,2 skala ricter, lestrek nyang leun-leun hue, jino ka mulai hue lom lage biasa. Djipeugah le awak PLN mate lestrek nyan kereuna teukeujeuot Gempa nyang meu akibat bahan mesin lestrek rusak.

“ Hana rusak sapu pih bak alat kamoe ,” Ipeugah le sekretareh PLN Ida Bagus G Mardawa P lage dji tuleh le surat haba Tempo, Uroe Rabu (7/4). “Listrek ka mulai kamoe peu udep lom”
Geupeugah lom le Ida Bagus, Baroesa kon geupeuleun listrek, tetapi kareuna meu gok gok gempa, mesen nyang mepakek otomat langsoeng mate. (***)

Jumat, 11 September 2009

Keluarga Korban Penangkapan Lapor Polisi

Keluarga Korban Penangkapan Lapor Polisi

Oleh: Imran MA - 11/09/2009 - 02:36 WIB

ACEH UTARA | ACEHKITA.COM — Keluarga Teuku Saed Azhar yang diduga ditangkap oleh pengusaha galian C di Kecamatan Sawang, Aceh Utara, kini ditahan di sel Polres Kota Lhokseumawe. Ia kini disangkakan bersalah karena mengantongi senjata tajam. Pihak keluarga menduga Saed mengalami penyiksaan, sehingga melaporkan kasus penganiayaan ini ke pihak kepolisian.

Cut Lisna, 25 tahun, istri korban menjelaskan, sebenarnya suaminya bukan diambil paksa dari rumah layaknya pemberitaan sebelumnya. Namun pada malam naas itu suaminya sedang pergi membeli popok anaknya di pusat Kecamatan Sawang. Saed berboncengan dengan Ridwan –yang juga ditangkap. Ridwan telah dibebaskan pada Selasa malam.

Menurut Lisna, sesampai di Kuta Batee, tepatnya di depan rumah camat, suaminya melihat kerumunan orang. Ridwan lantas memperlambat motornya. Saat itulah, ada seorang yang memanggil Saed. Belakangan, orang tersebut menuduh Saed sebagai pelaku pemblokiran jalan.

”Berbarengan dengan itulah dia dipukul,” kata Cut Lisna yang didampingi kuasa hukumnya dari LBH Banda Aceh Pos Lhokseumawe, Rahmat Hidayat, SH.

Dia juga menambahkan, setelah dipukul hingga matanya bengkak, Saed melarikan diri untuk meminta pertolongan ke kantor Polsek terdekat, sebelum sampai di kantor Polsek ia sempat menitipkan sebuah pisau kepada Efendi Nur.

Pisau tersebut, kata Lisna, selama ini digunakan saat bepergian ke kebun di malam hari untuk menghindari binatang buas.

”Nah di sinilah yang aneh, di satu sisi Teuku Saed adalah korban pemukulan yang meminta pertolongan kepada Polsek, tapi kemudian dia malah disangkakan bersalah karena memiliki senjata tajam,” kata Rahmat Hidayat, kuasa hukum. “Padahal senjata tajam itu tidak digunakan, tapi malah dia meminta orang menyimpannya.”

Keluaga meminta polisi mengusut kasus ini. []

Dua Warga Sawang Ditangkap

Dua Warga Sawang Ditangkap

Oleh: imran ma - 08/09/2009 - 21:00 WIB

ACEH UTARA | ACEHKITA.COM — Dua warga Kecamatan Sawang, Aceh Utara, ditangkap oleh pengusaha galian C dan kemudian diserahkan ke Kepolisian Resort Kota Lhokseumawe, Senin (7/9). Mereka dituding berada di belakang aksi pemblokiran jalan kecamatan tersebut yang sudah berlangsung selama tiga pekan.

Kedua warga yang ditangkap yaitu Teuku Sayed Azhar (26) dan Ridwan (38). Keduanya diambil paksa di rumahnya, di Gampong Kubu, dan Desa Blang Cut, oleh sejumlah warga yang memiliki truk pengangkut batu dan diduga didukung pengusaha galian C. Setelah lima jam ditahan di Polsek Sawang, Sayed Azhar dan Ridwan, kemudian diserahkan ke Mapolres Lhokseumawe.

Isbahannur, Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Mahasiswa Aceh Utara yang juga pemuda Kecamatan Sawang, mengaku tidak mengetahui alasan pasti penangkapan tersebut. Namun dia menduga penangkapan itu terkait tudingan bahwa Sayed Azhar dan Ridwan adalah aktor pemblokiran jalan yang selama ini dilakukan masyarakat.

Sejumlah sumber lain di Sawang mengisahkan, pemblokiran tersebut dilakukan karena warga kecewa jalan sepanjang 16 kilometer –dari Krueng Mane sampai pusat Kecamatan Sawang– tak kunjung diaspal. Padahal jalan itu sudah dilakukan pengerasan.

”Lambatnya diaspal jalan tidak lepas dari kepentingan pihak-pihak yang selama ini melakukan ekploitasi galian C dan pihak yang menikmati jipratan “rezeki” dari galian C,” ujar seorang warga saat ditemui acehkita.com.

Selain itu warga juga mengungkapkan, sebelumnya saat warga melakukan pemblokiran jalan pihak kecamatan sering menebar rasa takut kepada warga untuk tidak melakukan aksi pemblokiran jalan.

Sementara itu Kapolresta Lhokseumawe, AKBP Zulkifli, saat dikonfirmasi wartawan, mengatakan, dirinya sedang berada di Banda Aceh. “Silahkan ke Kasat Reskrim, saya di Banda Aceh, belum terima laporan secara rinci,” pinta Kapolresta.

Kasat Reskrim AKP Bambang S, ketika dihubungi wartawan , tidak berhasil dihubungi, meskipun sudah dicoba berulang kali. []

Tuntut Pembangunan Jalan, Dua Warga Sawang Ditahan Polisi

Tuntut Pembangunan Jalan, Dua Warga Sawang Ditahan Polisi
ilustrasi
Rabu, 9 September 2009 | 17:40 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Mahdi Muhammad

BANDA ACEH, KOMPAS.com - Karena menuntut pembangunan dan pengerasan jalan di wilayahnya diteruskan, Teuku Sayed Azhar, warga Desa Kubu (29) dan Ridwan (38), warga Desa Blang Cut, di Kecamatan Sawang, Aceh Utara, Selasa (8/9) dinihari, ditahan Kepolisian Resor Lhokseumawe. Namun, polisi menahannya karena kepemilikan senjata tajam.

Polisi menyangkakan pasal 2 Undang-undang Nomor 12 tahun 1951 tentang senjata api (UU Darurat) terhadap Sayed. Sayed diancam hukuman penjara maksimal 10 tahun

Kuasa hukum tersangka, Zulfikar, ketika dihubungi dari Banda Aceh, Rabu (9/9), mengatakan, sampai hari ini pihak keluarga dan kuasa hukum belum bisa menemui tersangka yang ditahan Polres Lhokseumawe.

"Kami masih berusaha menemui klien di tahanan. Kami juga mengusahakan penangguhan penahanan," tuturnya.

Zulfikar menuturkan, peristiwa penahanan terhadap kliennya terjadi pada Selasa (8/9) dinihari. Saat itu, Sayed ditemani Ridwan, hendak ke warung untuk mencari popok untuk anaknya. K arena lokasi warung cukup jauh, menggunakan sepeda motor, keduanya berboncengan ke arah Desa Kuta Bate, di kecamatan yang sama.

Di tengah jalan, saat mereka melintasi rumah Camat Sawang, ada kerumunan massa. Keduanya pun dipanggil ke tengah-tengah kerumunan di depan rumah camat. Namun, tidak lama kemudian, keduanya dikeroyok oleh massa itu tanpa alasan yang jelas, tutur Zulfikar.

Demi keselamatan diri, keduanya menyelamatkan diri ke kantor Kepolisian Sektor Sawang. Zulfikar menyatakan, Sayed sempat menitipkan senjata tajam miliknya ke salah satu ketua pemuda setempat. "Namun, entah bagaimana, polisi menyangkanya dengan kepemilikan senjata tajam," tuturnya.

Camat Sawang, Sufyan, tidak bisa dikonfirmasi mengenai hal ini. Telepon selulernya tidak diangkat saat dihubungi.

Zulfikar menduga, penahanan yang tidak semestinya ini terkait dengan tuntutan warga kecamatan ini agar proses pembuatan jalan aspal di wilayah ini segera diselesaikan. Sejak beberapa bulan lalu, warga menuntut agar pembuatan jalan diselesaikan. Tapi, sampai sekarang realisasinya tidak ada, tutur Koordinator Lembaga Bantuan Hukum Pos Lhokseunawe ini.

Tuntut Pengerasan Jalan

Darwin, salah satu warga Sawang, ketika dihubungi mengatakan, sejak beberapa bulan lalu, warga kecamatan ini melakukan demonstrasi dengan cara memblokir jalan. Aksi ini, katanya, didukung pihak musyawarah pimpinan kecamatan. Aksi ini merupakan upaya masyarakat untuk mendesak pemerintah kabupaten Ac eh Utara dan pemenang tender proyek pembangunan jalan di kecamatan tersebut agar pelaksanaan di lapangan tidak berlarut-larut.

Awal Agustus lalu, saat Kompas berkunjung ke wilayah sawang, beberapa drum bekas dan papan yang digunakan pada saat aksi pemblokiran, masih belum disingkirkan dari jalan. Sebagian besar jalan di kawasan Sawang masih berupa lapisan pasir dan batu. Belum dilakukan pengerasan dan pengaspalan.

Sayed, ditemui di rumahnya, beberapa waktu lalu, mengatakan, warga sudah beberapa kali meminta kepada pemerintah daerah untuk segera dilakukan pengaspalan. Namun, meski sudah ada perusahaan pemenang tender pengaspalan, hingga pertengahan September ini, kegiatan tersebut belum dilaksanakan juga. Kalau siang hari, debu beterbangan. Sebab, jalannya belum diaspal. Kasihan warga yang sering menggunakan jalan itu, tuturnya.

Zulfikar mengaku agak heran dengan sangkaan yang dibuat polisi kepada kliennya. Namun, dirinya juga menegaskan, pihaknya akan mengajukan tuntutan kepada orang-orang yang melakkan pengeroyokan terhadap Sayed dan Ridwan. Itu tindak pidana, katanya.